ACARA
I PENGOLAHAN KOPI
A. Tujuan.
1. Mahasiswa
dapat mengetahui cara pengolahan kopi basah (Wet process) dan cara kering (Dry
process).
2. Mahasiswa
dpat mengetahui dan membandingkan kualitas pengolahan kopi cara basah (Wet
process) dan cara kering (Dry process).
B. Alat
dan Bahan.
1. Alat
:
· Timbangan.
· Baki
aluminium.
· Ember
atau baskom.
· Lumpang.
· Penumpuk.
2. Bahan.
· Buah
kopi segar.
· Air.
C. Cara
Kerja.
1. Menimbang
gelondong kopi segar.
2. Memisahkan
antara biji yang superior dan inferior dengan cara dirambang air dalam ember.
3. Menimbang
masing-masing kopi (kopi yang superior dan inferior).
4. Untuk
yang superior diolah secara basah (Wet procees) :
a. Membersihkan
kulit dan pulpnya dengan cara digerbus.
b. Mencuci
bersih dengan air.
c. Menimbang.
d. Mengeringkan
dengan oven suhu secara bertahap : suhu pertama 1200C selama 2 jam,
kemudian suhu diturunkan menjadi 800C sampai kering.
e. Memisahkan
kulit tanduk dari biji dengan cara digrebus untuk mendapatkan kopi berasan.
f. Menimbang
kopi berasan.
g. Menghitung
rendemennya.
5. Untuk
inferior diolah dengan cara kering (Dry procees) :
a. Kopi
gelondong langsung dikeringkan dengan oven suhu seperti pada pengolahan cara
basah.
b. Mendinginkan
lalu menimbang.
c. Memisahkan
kulit buah dan kulit tanduk dari biji untuk mendapatkan kopi berasan dengan
cara digerbus.
d. Menimbang
kopi berasan.
e. Mengitung
rendemennya.
D. Hasil
Pengamatan.
1. Hasil
timbangan kopi glondongan.
· Dry
procees :
· Berat
plastik + buah = 424,1 gram
· Berat plastik = 5,3 gram.
· Berat
buah = 418,8 gram
· Wet
procees :
· Berat
plastik + buah = 114,5 gram
· Berat plastik = 5,3 gram
· Berat
buah = 1140,2 gram
2. Hasil
timbangan kopi berasan.
· Dry
procees :
· Berat
kertas + biji = 95 gram
· Berat kertas = 2,4 gram
· Berat
biji =
92,6 gram
· Wet
procees :
· Berat
kertas + biji = 295,5 gram
· Berat kertas = 2,4 gram
· Berat
biji = 290,7 gram
3. Hasil
rendemen WP dan DP.
· Rendemen
WP =
= 25,49 gram.
· Rendemen
DP =
= 22,11 gram.
E. Pembahasan.
Kegiatan
panen kopi merupakan kegiatan akhir dari usaha membudidayakan tanaman kopi
sebelum kegiatan pengolahan buah kopi menjadi biji kopi kering.
Panen
buah kopi dalam satu pohon perlu dilakukan dengan cermat oleh pekerja agar
hanya buah kopi yang masak panen atau fisiologis yang dipanen yaitu buah kopi
merah. Buah kopi yang hijau dan kuning belum ddikategorikan buah kopi yang
masak. Oleh karena itu, pemetikan buah kopi harus selalu dilakukan pada buah-buah
merah agar diperoleh mutu biji yang baik.
1. Waktu
panen kopi.
Waktu
masaknya buah kopi tidak bersamaan. Oleh karena itu, panen buah kopi merah
dilakukan saat yang tepat dan bertahap. Panen kopi biasanya dilakukan bulan Mei
sampai dengan bulan September, tergantung keadaan iklim setempat. Selain iklim,
waktu panen dipengaruhi oleh jenis kopi. Oleh karena itu, waktu panen buah kopi
arabika dan robusta berbeda. Umumnya panen kopi robusta lebih lambat
dibandingkan kopi arabika. Panen buah kopi robusat biasanya sekitar bulan Juli
sampai September untuk di pulau Jawa,. Sementara itu, panen buah kopi arabika
sekitar bulan mei sampai Juli.
2. Cara
penen kopi.
Buah
kopi yang masak (berwarna merah) dipanen dengan cara dipetik oleh tangan.
Hindari pemetikan buah kopi yang masih hijau atau kuning. Pemetikan buah merah
dilakukan satu per satu pada masing-masing dompolan buah kopi yang ada di
pohon. Hasil pemetikan buah kopi merah tersebut kemudian dimasukan ke dalam
keranjang.
Berikut beberapa
istilah dalam panen buah kopi.
a. Petik
buah adalah pemetikan yang dilakukan sebelum petik merah buah. Hal ini
dikarenakan buah-buah yang terserang hama penggerek buah kopi (PBKo) biasanya
akan merah lebih awal. Buah-buah hasil petik bubuk ini direndam dalam air panas
lebuh dahulu sebelum dijemur.
b. Petik
mentah adalah pemetikan yang dilakukan setelah beberapa bulan prtik bubuk.
Pemetikan merah hanya memetik buah-buah kopi merah. Pemanenan ini dilakukan
secara berulang-ulang, yaitu 5 – 6 kali, bahkan ada yang lebih 9 – 10 kali
9untuk daerah basah). Interval antara panenan yang satu dengan yang lain, yaitu
10 – 20 hari sekali, umumnya 4 hari sekali. Panen sistem petik merah ini
biasanya oleh tenaga-tenaga wanita yang umumnya lebih teliti dan kapasitas
hasil panennya rata-rata 40 kg buah/hari kerja. Keuntungan dengan sistem petik
merah adalah biji kopi yang dihasilkan bermutu tinggi dan rendemen biji kopi
juga tinggi, yaitu masing-masing 22m- 24% untuk kopi robusta dan 16 – 18% untuk
kopi arabika.
c. Petik
lelesan adalah pengambilan buah yang jatuh (leles) di tanah saat dilakukan
kegiatan petik merah. Tujuannya agar buah tidak menjadi sarang hama penggerek
buah kopi (PBKo/bubuk).
d. Petik
racutan adalah pemetikan pada akhir panen buah kopi yang jatuh sekitar bulan
September setiap yahun. Semua sisa buah kopi yang ada di tanaman meskipun masih
hijau dipetik semua (racut). Petik racutan bertujuan untuk untuk memutus rantai
siklus hidup hama penggerek buah kopi. Setelah petikan racutan, buah kopi
dipetik lelesan sehingga di kebun tidak terdapat buah kopi lagi, baik dipohon
maupun di tanah.
Buah-buah
kopi hasil panen sebelum dibawa ke pabrik dilakukan sortasi benih terlebih
dahulu. Sortasi buah buah dimaksudkan untuk memisahkan buah merah (masak), buah
hijau (mentah) dan buah hitam (kering). Walaupun telah diusahakan hanya
terhadap buah-buah merah saja, biasanya buah berwarna hijau dan hitam masih
terikut dalam pemetikan yang jumlahnya dapat mencapai 10%. Buah kopi hijau yang
turut terpetik hanya diperkenankan maksimal sebanyak 2 – 5% saja. Sortasi buah
juga untuk memisahkan buah merah dari benda-benda kontaminasi seperti batu,
cabang dan ranting.
Hasil
buah kopi merah segar atau koppi gelondong merah dari setiap pemetik ditimbang
di tempat pengumpulan hasil (TPH) sebagai dasar pembayaran uoah. Selanjutnya,
buah kopi diolah, baik secara kering maupaun basah, dikupas kulit biji atau
penggerbusan, disortasi, dan disimpan.
3. Pengolahan
buah kopi.
Pengolahan buah kopi
selama ini dikenal dua cara, yaitu pengolahan buah kopi secara kering (Dry
procees) dan pengolahan basah (Wet procees). Perbedaan kedua cara pengolahan
buah kopi tersebut terletak pada adanya penggunaan air yang diperlukan untuk
pengupasan kulit buah kopi maupun pencucian biji kopi.
a. Pengolahan
secara kering.
Pengolahan buah kopi
secara kering dalam praktiknya banyak dilakukan oleh petani, terutama di daerah
yang sulit air dan alat pengupas buah kopi (pulper) jarang dimiliki oleh
petani. Berikut hal yang perlu diperhatikan pada pengolahan buah kopi secara
kering.
· Pengolahan
buah kopi secara kering hanya dilaksanakan apabila pengolahan buah kopi secara
basah tidak dapat dilakukan.
· Pengolahan
buah kopi secara kering dilakukan terhadap buah kopi yang belum masak atau buah
kopi yang kelewat masak.
· Buah
kopi disortasi, yaitu buah kopi bagus dan masak dipisahkan dari buah belum
masak dan kelewat masak, buah rusak atau cacat, buah sakit dan kotoran lain.
· Untuk
kopi arabika, buah kopi dijemur hingga kadar air mencapai 30%. Selanjutnya,
buah dikeringkan dengan mesin dengan suhu maksimum mencapai 600C
atau diejmur hingga kadar air mencapai kuarng dari 13%.
· Untuk
kopi robusta, buah kopi dijemur atau dikeringkan dengan mesin pada suhu
maksimum 800C hingga kadar air mencapai kurang dari 13%.
· Buah
kopi yang diperoleh dikupas kulitnya menggunakan mesin penggerbus (huller).
Selanjunya, dilakukan pemolesan untuk membuat warna biji pasar lebih cerah,
terutama biji kopi yang warna kusam. Pemolesan biji kopi jarang dilakkukan oleh
petani karena menambah biaya pengolahan. Pemolesan biasanya dilakukan oleh
pedagang ataupun eksportir untuk menaikan harga jula kopi.
Secara
ringkas pengolahan buah kopi secara kering dapat digambarkan dengan alur
skematis seperti bagan berikut
b.
Pengolahan cara basah.
Pengolahan
buah kopi secara basah merupakan cara pengolahan yang umumnya dilakukanoleh
perusahaan besar perkebunan negara maupun swasta. Pengolahan kopi secara basah
rata-rata menghasilkan mutu biji kopi yang lebih baik dibandingkan pengolahan
buah kopi secara kering.
Dengan
pengolahan secara basah kopi glondong yang baru dipetik dipisahkan yang baik
dan yang masakdai kopi muda dan yang tekena penyakit bubuk kopi. Cara pemisahan
berdasarkan atas beda berat jenis didalam alat yang disebut “sifon”.
Kopi
yang baik dan masak tenggelam didalam air dalam sifon, kemudian langssung
dibawa ke “pulper” untuk selanjutnya diolah secara basah. Kopi yang masih muda
dan terkena bubuk kopi mengapung, terpisah dan terbawa oleh air yang mengalir
secara over flow, yang kemudian biasanya diolah secara kering.
Peralatan
yang biasa digunakan untuk cara basah adalah :
a.
Sifon.
Alat
ini untuk memisahkan kopi yang muda dan yang terserang bubuk kopi. Pemisahannya
berdasarkan berat jenisnya.
b.
Pulper (pengupasan).
Kopi
glondong yang baik dan yang masak akan tenggelam di dalam sifon, kemudian
langsung dialirkan ke dalam pulper untuk dikupas kulit dan daging buahnya.
c.
Washer ( pencuci).
Fungsi
alat ini untuk mencuci kopi yanng telah dikupas yaitu kopi H.S basah. Pencuci
ini ada dua macam yaitu Vis washer dan Raung washer. Vis washer hnaya untuk
mencuci H.S basah yang keluar dari Vis pulper. Raung washer dapat untuk mencuci
H.S basah yang keluar dari Vis pulper dan dapat pula untuk mencuci H.S basah
hasil pulping dai raung itu sendiri. Kombinasi penggunaanVis pulper dan raung
washer menurut perhitungan lebih menghemat tenaga listrik.
d.
Drier (pengering).
Kopi
H>S basah tang telah tercuci bersih dibawa ke pengering untuk dikeringkan
selama selama kira-kira 18 – 24 jam. Pengeringan di akhiri setelah kadar air
mencapai 7 – 10%. Beberapa pengering yang biasa digunakan ada 3 macam
yaitu Vis drier, Masson drier, A.D.S
(American Drying Systems) drier.
·
Vis Drier.
Pengering
ini adalah model pengering mekanis yang tertua. Bahan bakar yang digunakan adalah kayu, terutama kayu lamtoro
(petai cina) bekas naungan dan kayu kopi tua hasil dongkelan.
Dibandingkan
model Masson dan A.D.S, Vis drier adalah yang paling rumit, pengerjaanya sulit,
banyak memerlukan tenaga manusia dan suhunya sulit dikontrol serta kurang
efisien.
·
Masson Drier.
Pengering
ini bebrentuk sslinder yang berputar dengan dinding yang berlubang-lubang,
lubang tersebut untuk keluarnya air dan uap air selama pengeringan.
Bahan
baku umumnya masih menggunakan kayu, tetapi dapat pula berupa minyak residu.
Cara
pemanasannya sama dengan Viss pulper yaitu dengan sistem “Heat Exchanger” yang
ertinya api pembakaran untuk memanaskan suatu bagian yang disebut Heat
exchanger, dan udara kering yang segra dipanaskan oleh bagian tersebut. Jadi gas
sisa pembakaran (flue gas) tidak langsung dipakai untuk mengeringkan biji-biji
kopi tersebut.
·
A.D.S drier.
Pengering
dengan sistem menara dan baru beberapa kebun yang mengguankan. Harganya yang
cukup mahal sehingga diperlukan investasi yang besar.
Bahan
bakar yang dipakai adalah solar. Pembakarannya harus sempurna, karena udara
hasil pembakaran lansung dipakai sebagai udara pengering, setelah dicampur
dengan udara segar yang ditarik blower.
Bila
pembakaran tidak sempurna dan udara pengering mengandung solar, dapat
mengakibatkan kopi yang dijeringkan ikut berbau solar, jadi pembakaran harus
sempurna.
Mekanis
pengeringan yang baik adalah
Ø Pada
fase pertama dengan suhu kurang lebih 1200C. Dengan aliran udara
pengering yang besar, sampai mendekati kadar air kritis yaitu kira-kira 30%.
Ø Pada
fase kedua suhu diturunkan kirea-kira 700C.
Dengan
cara demikian penggunaan bahan bakar akan lebih hemat dan mutu produk akan
baik.
e.
Huller dan Catador.
Dengan alat-alat
ini kopi H.S kering dari pengering dikupas kulit tanduknya dan dipisahkan kulit
tersebut dari biji-biji kopinya. Pada umumnya rendemen rata-rata adalah
berkisar 20 – 22% dari berat kopi gelondongnya.
4. Pengeringan biji kopi labu
Keringkan biji kopi labu hasil pengupasan dengan penjemuran atau
menggunakan mesin pengering mekanis. Aturan tebal hamparan biji kopi kurang dari 5 cm,
gunakan alas pelastik atau terpal atau latai semen. Hindari penjemuran langsung
diatas permukaan tanah.Balik-balik massa kopi agar proses pengeringan seragam dan lebih
cepat.Tuntaskan proses pengeringan sampai dicapai kadar air biji 11-12%
biasanya diperlukan waktu 3-5 hari dalam kondisi normal. Hindari penyimpanan biji kopi
yang belum kering dalam waktu yang lebih dari 12 jam, karena akan rusak akibat
dari serangan jamur.
5. Sortasi Kopi Beras
Sortasi
dilakukan untuk memisahkan biji kopi dari kotoran-kotoran non kopi seperti
serpihan daun, kayu atau kulit kopi.Biji kopi beras juga harus disortasi secara
fisik atas dasar ukuran dan cacat biji. Sortasi ukuran dapat dilakukan dengan
ayakan mekanis maupun dengan manual.Pisahkan biji-biji kopi cacat agar
diperoleh massa biji dengan nilai cacat sesuai dengan ketentuan SNI
01-2907-1999
6. Penyimpanan.
Biji
kopi memerlukan penyimpanan sementara menunggu pemasaran dan transaksi penjualan. Komoditas kopi dapat
disimpan dalam bentuk kopi glondong kering, kopi gabah (HS), atau kopi beras.
Kopi gelondong, kopi gabah, kopi beras dapat disimpan setelah cukup kering.
Kopi geondong disimpan dengan kadar air kurang dari 13%, sedangkan kopi gabah
atau kopi beras disimpan dengan air kurang dari 12%.
Penyimpanan
biji kopi harus dikemas dengan bahan kemas. Selain itu, biji kopi disi pan
dalam ruangan yang tidak lembap, beraerasi baik, bersih, dan bebas dari bahan
yang berbau asing serta hama gudang. Penyimpanan biji kopi dapat dilakukan
dalam bentuk curah atau bentuk karung. Penyusunan karung dalam gudang
mengguankan palet (landasan kayu) dengan jarak dari lantai 10 cm, 60 cm dari
dinding, dean 60 cm antar tumpukan. Penyusunan karung sistem kunci lima dengan
tinggi tunmpukan kurang dari 20 karung.
Selama
penyimpanan dilakukan pengawasan mutu biji kopi seacar periodik (setiap bulan)
meliputi kadar air serta serangan hama dan jamur. Sepanjang memungkinkan
penyimpanan biji kopi sebaiknya tidak lebih dari tiga bulan.
Pada
praktikum yang telah dilakukan, kami melakukan proses pengolahan kopi scara
kering (Dry Process) dan cara basah (Wet Process) yang dimana tujuandari
praktikum pengolahan kopi mencari hasil rendemen kopi cara WP dan DP.
Pada praktikum yang
pertama yang kami lakukan di dapatkan hasil rendemen kopi cara kering (dry
Process) sebesar 22,11%, sedangkan untuk cara basah (Wet Process) sebesar 25,49%.
Ideal dari rendemen kopi cara basah adalah 35%, tetapi pada prkatikum yang kami
lakukan hanya 25,49% hal itu dikarenakan pada saat pengolahan kopi kami
menggunakan kopi sisa, bukan pada musim panen dan pada saat pengeringan
menggunakan suhu yang terlalu tinggi.
Pada praktikum yang telah
dilakukan pada proses pengolahan cara basah (Wet Process) rendemennya lebih
besar dibandingkan dengan cara kering (Dry Process). Hal ini terjadi karena
pada saat proses pemilihan biji untuk proses cara kering (Dry Process) biji
yang digunakan yaitu biji inferior, yang dimana biji inferior tersebut tidak
adanya proses pemilihan lanjutan dengan cara perendaman biji kedalam bak
seperti proses lanjutan cara basah (Wet Process) yang bertujuan untuk
mengetahui apakah biji tersebut berat atau ringan, sehingga dari biji yang
dikeringkan tersebut adalah biji campuran yang membuat hasil rendemen kopi cara
kering lebih kecil dibandingkan dengan cara basah.
Pada cara basah (Wet
Process) biji yang digunakan adalah biji superior. Pada biji superior dilakukan
proses lanjutan dimana biji superior direndam kembali dalam bak dan apabila
pada biji superior tidak tenggelam maka biji tersebut masuk dalam biji
inferior. Sehingga pada saat cara basah hasil rendemen lebih tinggi karena biji
yang digunakan adalah biji yang superior dan benar-benar biji yang baik.
Pada pemilihan biji
dipisahkan antara biji superior dan inferior yang dimana biji tersebut
mempengaruhi hasil rendemen. Yang termasuk biji superior adalah biji yang
berwarna merah, ukuran besar dan berat pada saat disortasi basah. Sedangkan
pada biji inferior ukuran beragam atau campuran tergantung berat bijinya pada
saat direndam air tidak tenggelam, berwarna hijau dan hitam.
Pada praktikum yang telah dilakukan, proses pengeringan menggunakan oven dengan
suhu 120°C selama 2 jam dan diturunkan 80°C sampai kering dan didapatkan warna
biji yang berbeda. Pada pengovenan pertama kali menggunakan suhu tinggi 120°C
karena pada biji kopi masih terdapat kadar air yang tinggi kemudian setelah dua
jam suhu diturunkan menjadi 80°C, apabila suhu tidak diturunkan akan
mengakibatkan permukaan biji akan gosong dan tidak kering sempurna. Pada biji
superior bentuk warna bijinya hijau kecoklatan, sedangkan pada biji inferior
bentuk warna biji coklat kehitam-hitaman. Sehingga pada saat pengelupasan
kulitnya mulai dari kulit luar, kulit tanduk dan kulit ari pada biji superior
paling mudah dibandingkan inferior. Pada inferior dengan cara ditumbuk
sedangkan superior hanya dengan dikupas biasa. Hal ini lah yang mempengaruhi
besarnya rendemen kopi. Warna gelap pada biji inferior terjadi karena pada
lapisan biji masih menempel pulp atau masih adanya kadar gula yang menenpel
sehingga pada saat dioven akan menyerap kedalam biji dan membuat biji menjadi
gelap.
F. Kesimpulan.
Dari
hasil praktikum yang telah kami lakukan diketahui bahwa rendemen pengolahan
kopi pada proses secara basah (Wet Process) lebih besar dibandingkan dengan
proses pengolahan secara kering (Dry Process), yang dimana hasilnya untuk Wet
Process sebesar 25,49% Dry Process 22,11%.
G. Daftar Pustaka.
Jahmadi
Moedrig.Ir, 1972. Budidaya dan Pengolahan Kopi. Balai Penelitian Perkebunan
cabang Jember.
Rahardjo
Pudji, 2012. Panduan Budi Daya dan Pengolahan Kopi Arabika dan Robusta. Penebar
Swadaya Jakarta.
No comments:
Post a Comment