SIFAT BAHAN BAKU LATEKS
A. Tujuan
1.
Mahasiswa dapat
mengetahui pH latex dan gerak brown pada latex.
2.
Mahasiswa dapat
mengetahui perubahan lumps pada saat penyimpanan.
B. Bahan dan Alat
Bahan :
Latex segar, asam
formiat 2% amoniak 10% dan air.
Alat :
Mikroskop, objeck
glass, deck glass, beaker glass, mangkok sedap, pengaduk, gelas ukur, pipet volume, ketas
pH dan batu pemberat.
C. Cara Kerja
1.
Pengukuran pH latex
a.
Ambil 25 ml latex
segar, masukkan ke dalam beaker glass.
b.
Ukur pH latex tersebut.
c.
Ulangi kegiatan a,
untuk perlakuan latex + 25 ml Amoniak 10%, lalu diaduk rata. Kemudian ukur pH
latex + Amoniak 10% tersebut.
d.
Ulangi kegiatan a,
untuk perlakuan latex + 1 ml Asam Formiat 2 %
2.
Pengamatan gerak Brown
a.
Teteskan latex segar
pada objeck glass dan tutup dengan deck glass.
b.
Amati gerak Brown latex
segar tersebut dengan mikroskop, lalu gambar dan beri keterangan.
c.
Ulangi kegiatan a dan b
untuk perlakuan latex + Asam Formiat 2%.
d.
Ulangi kegiatan a dan b
untuk perlakuan latex + Amoniak 10%.
e.
Bandingkan kecepatan
gerak Brown ketiga perlakuan tersebut.
3.
Penyimpanan bekuan
latex (lumps)
a.
Ambil 25 ml latex
segar, masukkan dalam beaker glass, amati warna dan baunya.
b.
Tambahkan Asam Formiat
3 ml, lalu diaduk sampai menggumpal.
c.
Ulangi kegiatan a dan
b.
d.
Latex yang sudah menggumpal
(lumps) diperlakukan 2 macam, yaitu : satu dikering anginkan dan yang satu
direndam dengan air.
e.
Amati tiap hari warna
gumpalan, warna air dan bau lumps dari hari ke-1 sampai ke-7
f.
Catat hasil pengamatan
dalam bentuk table.
D. Hasil Pengamatan
Pengamatan
gerak brown
1.
Lateks segar
Gerakan butiran karet cepat PH 6- 7 berbentuk titik-titik berpijar
2.
Lateks segar + amoniak
10 % (3 ml)
Gerakan butir karet lebih cepat PH 11 berbentuk titik-titik berpijar lebih cepat
3.
latexs segar + asam formiat 2% (3ml)
Gerak butir karet lambat PH 3
Tabel Pengamatan penyimpanan bekuan lateks (
lumps )
Perlakuan I. Kering angin :
Hari
|
Warna
Lumps
|
Warna
air
|
Aroma/Bau
|
1
|
Kuning
atas
|
keruh
|
-
|
2
|
Kuning
atas
|
Keruh kuning
|
Asam
agak tajam
|
3
|
Abu
kuning atas
|
Keruh kuning
|
Asam
tajam
|
4
|
Kuning
orange
|
Keruh kuning
|
Berbau
asam tajam
|
5
|
Kuning
coklat
|
habis
|
Bau
lump tajam
|
6
|
Kuning
coklat
|
habis
|
Bau
lump tajam
|
7
|
Kuning
coklat agak berjamur
|
habis
|
Sangat
bau lump
|
Perlakuan II. Di rendam air
Hari
|
Warna
Lumps
|
Warna
air
|
Aroma/Bau
|
1
|
Putih
|
keruh
|
Tidak
berbau
|
2
|
Putih
|
Agak
Keruh kuning
|
Tidak
berbau
|
3
|
Kuning
sela-sela
|
Agak
keruh kuning berbui
|
Berbau
tidak sedap/ agak tajam
|
4
|
Agak
kuning
|
Keruh
pekat berbuih
|
Bau
tajam
|
5
|
kuning
|
Semakin
pekat keruh
|
Berbau
asam agak tajam
|
6
|
Kuning
orange
|
Keruh
pekat
|
Bau
lump asam tajam
|
7
|
Kuning
orange
|
Keruh
pekat
|
Sangat
berbau
|
F. Pembahasan
Sifat-sifat dari latek segar setelah keluar dari pohon dalam
keadaan bersih tanpa kontaminan, dan tetap dalam keadaan cair karena antara partikel
karet yang diselubungi oleh lapisan protein dengan sifat amfoternya bermuatan negatif dan
saling tolak menolak satu dengan yang lain. Keadaan ini akan berubah bila
kedalam lateks masuk suatu muatan positif berupa asam, yang akan mengurangi
daya tolak menoloak tersebut. Daya tolak menolak akan hilang apabila tercapai
titik keseimbangan muatan positif dan negatif yang disebut iso-elektrik pada pH
4,7 yaitu titik terjadinya penggumpalan lateks.
Dalam praktikum yang dilakukan setelah hasil penyadapan bahwa pH
lateks segar tersebut ± 6,7 ini menandakan bahwa keadaan lateks segar adalah telah terjadi
keseimbangan antara muatan positif dan negatif sehingga pH tersebut merupakan
pH standar untuk lateks segar karena telah melebihi titik keseimbangannya yaitu
pH 4,5 dan mendekati pH bermuatan negatif yaitu 6,7.
Fakta dilapangan sangat diharapkan untuk hasil penyadapan berupa lateks segar
sampai dilokasi pabrik pengolahan bermuatan negatif atau lateks dalam keadaan
cair (tidak tejadi penggumpalan lateks sebelum waktunya). Namun, hal itu juga
masih banyak terjadi dilapangan dengan kurang terealisasinya mendapatkan latek
segar yang murni, maka dari itu agar kebutuhan lateks segar terpenuhi dengan
baik tetap terus bermuatan negatif perlu adanya penambahan bahan anti koagulan
yang biasa disebut ammonia dengan kadar yang secukupnya.
Masuknya muatan positif berupa asam kedalam lateks
pada waktu yang belum dikehendaki sering disebut prakoagulasi. Prakoagulasi
dikenal dengan dua macam yaitu prakoagulasi spontan dan buatan. Prakoagulasi
spontan adalah akibat penetralan muatan partikel karet, partikel tersebut
adalah bagian koloidal berupa air dan bahan kimia yang terkandung dalam lateks
tidak mengasilkan larutan yang sempurna melainkan tersebar merata didalam air
sehingga daya interaksi karet dengan pelindungnya menjadi hilang dan partikel
yang sudah bebas tersebut akan terbentuk menjadi penggabungan yang disebut
gumpalan (lump). Sedangkan penggumpalan buatan adalah adanya penambahan bahan
asam yang bermuatan positif. Dilapangan terjadi penggumpalan lateks sekitar ± 9
jam setelah penyadapan yaitu pukul 05.00 WIB – 07.00
WIB dan bahkan bisa menggumpal lebih dari satu kali jika tidak segera dibawa
kepabrik untuk diolah.
Dibawah ini penyebab terjadinya prakoagulasi, yaitu :
1.
Fermentasi
organisme yang berasal dari alat sadap kotor dan mengakibatkan perkembangbiakan
bakteri didalam lateks.
2.
Kurang
cepatnya pemindahan lateks-lateks ( maksimal 3-4 jam ) dari dalam mangkuk sadap
ke ember-ember penampungan lateks dan bahkan kurang telitinya seorang penyadap
yang tidak membersihkan sisa lateks
dalam mangkuk sadap.
3.
Ember
penampungan yang baik adalah dari aluminium. Kemudian saat sambil menunggu
penuangan lateks ke ember penampungan, maka ember tersebut ditutup dengan
menggunakan karung goni basah ( lembab ) dan tidak dibenarkan terkena sinar
matahari secara langsung yang berakibat suhu lateks menjadi tinggi/panas yaitu
rusaknya koloidal lateks.
4.
Iklim
terhadap air hujan yang turun akan membawa zat penyamak, kotoran, dan garam
yang larut dari kulit batang. Zat-zat ini akan mengkatalis terjadinya
prakoagulasi karena air sebagai senyawanya.
5.
Pecahnya
butiran-butiran lutoid ( butiran non karet ) yang mengandung cairan serum seperti protein, fosfolipida dan
beberapa enzim-enzim seperti fosfatase, pholiphenol oksidase, lisozim dan enzim
hidrolitik lainnya, yang dalam keadaan bebas dapat mengganggu stabilitas
koloidal. Pecahnya butiran-butiran lutoid disebabkan adanya perlakuan goncangan
mekanis selama pengangkutan lateks, terjadinya perubahan tekanan osmose didalam
lateks misalnya terkena air hujan atau serangan mikroorganisme dan suhu yang
tinggi/panas dari sinar matahari.
6.
Pengangkutan
lateks diwajibkan saat pagi hari dan berakibat terjadinya prakoagulasi apabila
disiang hari akibat cuaca yang panas, kemudian saat menempuh pabrik dengan
kondisi jalan jelek yang mengakibatkan lateks bergoncang sehingga keadaan
lateks tidak stabil dan menggumpal.
7.
SHT ( Super
Hight Tiping ) merupakan sadapan pada tanaman tunggal/mati yang dipaksa agar
keluarnya lateks banyak. Hal ini berakibat prakoagulasi dengan butiran-butiran
lutoid yang lebih tinggi.
Upaya
mengatasi prakoagulasi, yaitu :
1.
Menjaga kebersihan
peralatan sadapan seperti pisau sadap dan mangkuk sadap yang bebas dari
sisa-sisa penyadapan sebelumnya.
2.
Mengurangi
pengguncangan selama berada dijalan dengan memberikan bahan anti koagulan yaitu
ammonia yang bersifat membunuh bakterisida , tidak menggelembung dan digunakan
pada kadar yang cukup.
3.
Pengangkutan lateks
menggunakan truk tangki aluminium agar tidak terjadinya penurunan plastisitas
karet ( PRI ) akibat adanya oksidasi terhadap isoprene karet dan proses ini
dapat berjalan cepat pada suhu yang tinggi.
4.
Penutupan tanki
sebaiknya dilindungi dengan karung goni basah.
5.
Penyadapan sebaiknya
dilakukan mulai pagi hari sekitar pukul ±04.30 WIB karena tekanan turgor sangat
cepat membukan dan keluarnya lateks juga cepat sehingga mendapatkan banyak
cairan lateks dan jangka waktu pengiriman ke pabrik lebih singkat.
Partikel-partikel berbentuk bulat hingga
bulat telur dengan ukuran 0,2 – 0,3 mikron. Partikel-partikel tersebut
terdispersi kedalam medium serum yang
membentuk suatu sistem koloid. Dibawah mikroskop sangat jelas terlihat bahwa
partikel-pertikel ini bergerak bebas, gerakan ini dinamakan dengan gerakan brown.
Hasil praktikum menunjukkan bahwa dilihat
menggunakan mikroskop dasar warna dari latek adalah putih kekuning-kuningan
dengan terdapat butiran-butiran latek serta pergerakan brown. Adanya
bayangan-bayangan seperti gaya gravitasi bumi ( fatamorgana ) menunjukkan bahwa
butiran-butiran lakteks semakin bebas untuk bergerak. Hasil yang didapat untuk
perlakuan latek + amonia terjadi pergerakan brown yang cepat karena sistem
koloid sedang terproses dengan sifatnya negatif yang bergerak pada posisi
tolak-menolak terhadap gaya gravitasi. Kemudian untuk perlakuan latek segar
pergerakan latek lambat karena tidak adanya penambahan bahan bermuatan positif
yang berperan dalam tolak menolak dengan cepat yang mengakibatkan penurunan pH
lateks serta berakibat menggumpal.
Pembekuan atau koagulasi bertujuan untuk
mempersatukan butir – butir karet yang terdapat dalam cairan lateks, supaya
menjadi satu gumpalan atau koagulum. Untuk membuat koagulum ini lateks perlu
dibumbuhi obat pembeku ( koagulum ) seperti asam semut atau asam cuka. Sifat
dari penambahan bahan koagulum adalah bermuatan
positif, muatan positif ini apabila dicampurkan pada muatan negatif akan
terjadi penurunan PH sehingga terjadi reaksi penggumpalan.
Latek setelah keluar dari pembuluh latek dalam keadaan
steril, tetapi mempunyai komposisi yang cocok dan sangat baik terhadap
pertumbuhan mikroorgansime, sehingga dengan cepat mikroba dari lingkungaan
mencemari lateks. Mikroba akan merusak bagian-bagian lateks terutama pada
protein dan karbohidrat menjadi asam-asam lemak etersi yaitu asam-asam yang
mudah menguap seperti formiat, asetat maupun propionate. Terbentuknya asam-asam
ini akan menurunkan pH sehingga kemantapan lateks jadi terganggu. Jumlah
asam-asam didalam lemak eteris didalam lateks menggambarkan tingkat kebusukan
lateks ( Ompusunggu, 1987 ).
Hasil praktikum menunjukkan bahwa selama
penyimpanan lateks ±1 minggu dengan penambahan bahan koagulan yaitu asam
formiat sebanyak 3 ml terhadap 25 ml lateks segar dan disimpan didalam rendaman
air serta pipa kapiler
sebagai penahan lateksnya, dilihat dari kondisi awal perlakuan (H0) warna air
terlihat jernih dan lump berwarna putih bersih, tetapi bau gumpalan sudah
membususk. Jelas bahwa kemantapan lateks terganggu dari segi bau, hal ini
diakibatkan aktifitas mikroba telah terjadi kemungkinan besar terhadap pipa kapiler tersebut dan air
rendaman yang mengandung bakteri. Setelah pengamatan selama 1 minggu bahwa
warna air semakin kekuningan dan keruh tetapi warna lateks tetap putih. Akibat
warna lump tersebut keruh juga adanya anti oksidan alami yang keluar yaitu
tekoperol. Namun, pada bau lateks tetap saja tidak berubah melainkan menambah
bau yang sangat busuk, salah satunya juga disebabkan adanya anti oksidan alami
keluar yaitu tekoperol.
Perbandingan dengan lateks yang disimpan
dengan tidak direndam air melainkan dikering-anginkan bahwa latek terlihat
dalam waktu 2 hari sudah banyak menimbulkan penurunan kemantapan dari lump tersebut
baik itu warna lateks kuning,
maupun baunya membusuk yang terjadi aktifitas mikroba bahkan tumbuh jamur pada
lump tersebut. Hal ini juga disebabkan adanya penguapan terhadap asam formiat
sehingga bakteri juga mudah mencemari lump tersebut dan adanya kontak terhadap
oksidasi dari udara yang tidak diinginkan.
G. Kesimpulan
Hasil dari
praktikum yang telah di lakukan dapat disimpulkan :
1.
Pergerakan brown
ditandai dengan butiran-butiran lateks yang bergerak bebas terlihat dibawah
mikroskop dengan adanya gaya tolak menolak bahan bermuatan negatif lateks segar
seperti bayangan gaya gratvitasi (fatamorgana).
2.
Prakoagulasi merupakan
hal yang tidak diinginkan terjadi yaitu penggumpalan pada lateks segar belum
pada waktunya baik dikebun akibat peralatan sadap yang kotor, ember penampungan
tidak ditutup menggunakan karung goni basah sehingga terkena cahaya matahari
langsung, kemudian jalan yang kurang baik berakibat lateks segar mengguncang.
3.
Upaya yang dilakukan
untuk antisipasi terhadap prakoagulasi dilapangan adalah tetap menjaga
kebersihan peralatan sadap, menutup ember penampungan lateks dengan karung goni
basah, ember diusahakan dari bahan aluminium yang tidak menyerap panas serta
penambahan bahan anti koagulan yaitu ammonia secukupnya hingga sampai dipabrik
H. Daftar Pustaka
Efendi. Hermawan. 1996.
Pengolahan Karet Kebun. Yudhistira. Jakarta
No comments:
Post a Comment